Tuesday, March 6, 2007

Percaya Diri yang dibarengi Rendah Hati

Apa pun yang anda lakukan, maka lakukanlah itu dengan penuh percaya diri dan
keyakinan. Kedua kualitas tersebut sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, dan barangkali akan lebih penting lagi dalam melakukan bisnis
atau memanajemeni perusahaan. Suatu usaha yang dilakukan tanpa keyakinan,
atau suatu bisnis yang dijalankan tanpa kepercayaan diri tidak akan memberi
manfaat pada siapa pun. Karena itu seorang manajer yang bersemangat dan
sungguh-sungguh hendaklah mengembangkan prinsip-prinsip yang dengan mantap
bisa mengangkat keyakinan perusahaannya secara keseluruhan.

Salah satu cara dalam bertahan pada prinsip-prinsip tertentu - bagaimana pun
pentingnya prinsip tersebut - ialah dengan berusaha memperoleh dukungan atas
prinsip itu. Bukan dengan memaksakannya pada siapa pun. Hal ini hendaklah
dilandaskan pada kerendahan hati. Cobalah anda lihat contoh orang-orang yang
mengalami kegagalan dalam bisnis. Walau pun tidak selalu, tetapi kegagalan
mereka dalam bisnis sering diakibatkan karena tidak adanya kerendahan hati
dalam diri mereka. Dan sebaliknya, jika yang memiliki keyakinan itu adalah
orang yang rendah hati, maka keyakinan itu akan tumbuh secara perlahan, lalu
mengkristal menjadi prinsip yang positif dan mantap. Dan acapkali prinsip
inilah yang membimbing orang itu dalam mengejar sasarannya.
Seseorang yang bekerja memimpin orang lain, tidak boleh tidak, haruslah
membalut keyakinannya dengan rendah hati. Bila mereka tidak memiliki
kerendahan hati, maka mereka tidak akan mengetahui apakah sikap atau
tindakannya itu salah. Sebab jarang sekali ada anak buah yang berani
menunjukkan kesalahan atasannya. Itulah sebabnya mengapa mereka senantiasa
harus memeriksa sikap diri mereka.

Orang-orang yang memiliki kerendahan hati bisa mendeteksi kebesaran dalam
diri orang lain. Dan sebagai konsekuensi, mereka bisa mengenali apakah anak
buah lebih trampil dari mereka. Jika anda mengasumsikan bahwa anak buah
anda - karena mereka adalah bawahan - kurang trampil atau kurang berbakat
dibanding dengan anda, maka ini adalah tanda bahwa dalam diri anda tidak ada
rasa rendah hati. Memang tidak semua karyawan superior, tapi rendah hati
akan memungkinkan anda untuk menghargai hal-hal baik yang ada pada diri
mereka. Dan ini memungkinkan anda untuk lebih cakap dalam mempergunakan diri
mereka dan gagasan mereka. (diadaptasi dari Kumpulan Karangan Konosuke
Matsushita)

Anjing yang pintar

"Anjing yang Pintar"



Seorang penjual daging mengamati suasana sekitar tokonya. Ia sangat terkejut melihat seekor anjing datatng ke samping tokonya. Ia mengusir anjing itu, tetapi anjing itu kembali lg.



Maka, ia menghampiri anjing itu & melihat ada suatu catatan di mulut anjing itu. Ia mengambil catatan itu dan membacanya," tolong sediakan 12 sosis dan satu kaki domba. Uangnya ada di mulut anjing ini."



Si penjual daging melihat ke mulut anjing itu dan ternyata ada uang sebesar 10 dollar disana. Segera ia mengambil uang itu, kemudian ia memasukkan sosis dan kaki domba ke dalam kantung plastik dan diletakkan kembali di mulut anjing itu. Si penjual daging sangat terkesan. Kebetulan saat itu adalah waktu tutup tokonya, ia menutup tokonya & berjalan mengikuti si anjing.



Anjing tsb berjalan menyusuri jalan & sampai ke tempat penyeberangan jalan. Anjing itu meletakkan kantung plastiknya, melompat & menekan tombol penyeberangan, kemudian menunggu dgn sabar dgn kantung plastik dimulut, sambil menunggu lampu penyeberang berwarna hijau. Setelah lampu menjadi hijau, ia menyeberang sementara si penjual daging mengikutinya.



Anjing tsb kemudian sampai ke perhentian bus, dan mulai melihat " papan informasi jam perjalanan ".



Si penjual daging terkagum-kagum melihatnya. Si anjing melihat " papan informasi jam perjalanan " dan kemudian duduk disalah satu bangku yg disediakan. Sebuah bus datang, si anjing menghampirinya & melihat nomor bus & kemudian kembali ke tempat duduknya.



Bus lain datang. Sekali lg bus lainnya datang. Sekali lagi si anjing menghampiri & melihat nomor busnya. Setelah melihat bahwa bus tsb adalah bus yg benar, si anjing naik. Si penjual daging, dengan kekagumanny a mengikuti anjing itu & naik ke bus tsb.



Bus berjalan meninggalkan kota, menuju ke pinggiran kota. Si anjing melihat pemandangan sekitar. Akhirnya ia bangun & bergerak ke depan bus, ia berdiri dgn 2 kakinya & menekan tombol agar bus berhenti. Kemudian ia keluar, kantung plastik masih tergantung di mulutnya.



Anjing tsb berjalan menyusuri jalan sambil dikuti si penjual daging. Si anjing berhenti pd suatu rumah, ia berjalan menyusuri jalan kecil & meletakkan kantung plastik pd salah satu anak tangga.



Kemudian, ia mundur, berlari & membenturkan dirinya ke pintu. Ia mundur, & kembali membenturkan dirinya ke pintu rumah tsb. Tdk ada jawaban dr dlm rumah, jd si anjing kembali melalui jalan kecil, melompati tembok kecil & berjalan sepanjang batas kebun tsb. Ia menghampiri jendela & membenturkan kepalanya beberapa kali, berjalan mundur, melompat balik & menunggu di pintu.



Si penjual daging melihat seorang pria tinggi besar membuka pintu & mulai menyiksa anjing tsb, menendangnya, memukulinya, serta menyumpahinya.



Si penjual daging berlari untuk menghentikan pria tsb," Apa yg kau lakukan ..??!! Anjing ini adalah anjing yg jenius. Ia dapat masuk televisi untuk kejeniusannya." Pria itu menjawab," Kau katakan anjing ini pintar ...??? Dlm minggu ini sdh dua kali anjing bodoh ini lupa membawa kuncinya ..!!!"



Refleksi :

Cerita ini sering terjadi dlm kehidupan kita. Banyak orang yg tdk pernah puas dgn apa yg telah mereka dpt. Seringkali kita tdk menghargai bawahan kita yg telah bekerja dgn setia selama bertahun2. Seringkali kita juga tdk menghargai atasan kita yg dipakai Tuhan untuk memenuhi kebutuhan kita. Kita selalu menonjolkan kesalahan & kelemahan tanpa melihat kelebihan & jasa orang lain.

Workaholic

1
Setiap hari Budi bekerja di kantor hingga pukul 7-8 malam, padahal jam
kerjanya usai pukul 5 sore. Sesampainya di rumah, ia pun masih melanjutkan
mengerjakan macam-macam tugas hingga tengah malam. Bukan cuma itu,
seringkali Budi menghabiskan akhir pekannya di kantor. Terkadang, di
sela-sela liburan panjang ia menyempatkan membawa pekerjaan kantornya
pulang. Tak heran bila atasannya senang dan tak segan-segan memberikan
berbagai penghargaan, baik berupa gaji, fasilitas, jabatan, tanggung jawab
dan wewenang yang tinggi. Atasannya menilai Budi sebagai seorang pekerja
keras dan loyal. Namun, beberapa anggota keluarga dan rekan-rekannya
menganggap Budi sebagai orang yang "gila kerja", "kecanduan kerja" atau
"workaholic". Dan memang seringkali tanda-tanda pekerja keras atau
hardworker hampir serupa dengan seorang workaholic. Ciri yang paling
menonjol adalah mereka bekerja lebih panjang dari pekerja biasa, selalu
tampak sibuk, dan seolah tak memiliki kehidupan lain selain kehidupan kerja.
Yang ada dalam benak mereka di hampir setiap saat adalah kerja, kerja, kerja
dan kerja.
Kebanyakan orang menganggap workaholic sebagai kelainan. Itu tak lepas dari
kata workaholic sendiri yang merupakan perpaduan dua kata: work + aholic.
Tambahan aholic berasal dari modifikasi kata alcoholic yang biasa diartikan
sebagai orang yang menderita kecanduan alkohol. Maka, workaholic adalah
seseorang yang menderita kecanduan kerja. Istilah ini diperkirakan muncul
pada pertengahan tahun 1960-an, dimana era industrialisasi sedang gencar
melanda ke seluruh penjuru dunia, yang membawa pada perubahan kehidupan
sosial dan ekonomi. Perubahan cara pandang ini membuat banyak orang
berlomba-lomba mengejar kemakmuran ekonomi melalui industri. Selain itu,
berbagai macam bentuk aktualisasi diri manusia pun mengalami pergeseran.
Bekerja yang sebelumnya dianggap untuk memenuhi kebutuhan hidup, sekarang
menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan pengakuan diri. Apalagi salah satu
dampak globalisasi adalah semakin ketatnya persaingan. Bekerja pun menjadi
alat untuk memenangkan persaingan.
Tampaknya tidak ada pecandu yang paling disukai oleh atasan selain kecanduan
kerja, atau workaholic. Kita mungkin menyingkirkan jauh-jauh pecandu
narkotika, pecandu minuman keras atau pecandu-pecandu lain. Namun, pecandu
kerja selalu mendapat tempat di dalam perusahaan. Malah bila perlu dijaga
baik-baik. Meski demikian, berbagai literatur psikologi jelas-jelas
memasukkan workaholic sebagai salah satu bentuk "penyakit", kelainan
kejiwaan, sesuatu yang tidak normal. Para workaholic, sebagaimana
orang-orang yang kecanduan alkohol, merasa menderita bila tidak bekerja.
Mereka mengalami tubuh lemas, kepala nyeri, kebingungan, atau
ketidakstabilan emosi. Para ahli jiwa mengidentifikasikan bahwa sebagian
besar penderita workaholic merupakan orang-orang dengan kepribadian tipe A.
Selain kepribadian, gaya hidup dan tuntutan pekerjaan dapat pula mendorong
orang menjadi workaholic. Yang jelas, para workaholic bekerja di luar batas
manusia normal, sehingga mereka tidak memiliki kehidupan yang normal.
Ketidkanormalan mereka boleh jadi mengganggu kehidupan normal orang lain.
Dan, pantas saja bila mereka dianggap orang yang tidak normal, dan masuk
dalam pembicaraan para ahli jiwa.

2
Dilihat dari satu sisi, para workaholic menunjukkan banyak hal yang luar
biasa. Mereka memiliki tingkat expectancy yang tinggi. Bila perusahaan
meminta 5, mereka tidak segan untuk mengupayakan agar bisa meraih 10. Mereka
juga mematok standard kinerja yang tinggi, malah hampir-hampir selalu dalam
bentuk perfectionist. Ketahanan bekerja mereka pun luar biasa. Mereka
sanggup bekerja dalam jangka waktu yang panjang sambil tetap menjaga
konsentrasi. Rasa bersaing dan keinginan untuk memenangkan sesuatu juga
merupakan keunggulan yang dimiliki oleh para workaholic. Meski demikian, tak
sedikit mereka memiliki hubungan sosial yang hangat, tentu yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Perusahaan mana yang tak ingin memiliki karyawan yang
selalu memberikan lebih dari yang diharapkan, dengan kualitas yang tinggi
pula, tahan secara fisik dan mental serta loyal memperjuangkan kepentingan
perusahaan. Mereka akan menjadi "mesin" berdaya dorong jet yang akan
melejitkan dan memenangkan perusahaan di tengah persaingan.
Dilihat dari sisi yang lain, kehadiran para workaholic dalam perusahaan
mungkin dapat menimbulkan "gangguan" pada lingkungan kerja. Expectancy yang
tinggi mungkin dianggap tidak masuk akal dan berlebih-lebihan oleh
kebanyakan karyawan lain. Standard kinerja yang tinggi atau perfectionist
bisa jadi terlalu mengada-ngada. Umumnya tidak mudah bagi karyawan untuk
bisa memahami kualitas kerja yang diharapkan oleh perusahaan, apalagi yang
dipatok oleh para workaholic. Biasanya mereka mempunyai tingkat toleransi
sedemikian rupa yang mengijinkan kesalahan-kesalahan kecil terjadi. Selain
itu, keluhan yang paling banyak dari karyawan pada para workaholic adalah
jam kerja yang kelewatan. Setiap orang memiliki paradigma sendiri dalam
memandang apa makna kerja. Berbondong-bondongnya mereka pulang begitu jam
kerja usai, sama sekali bukan mengindikasikan loyalitas yang rendah pada
perusahaan, namun mereka mengharapkan hadir dalam kehidupan lain di luar
pekerjaan mereka. Dan itu, tak kurang berartinya bagi keseimbangan hidup
mereka. Sama halnya ketika mereka berbicara tentang persaingan. Kehidupan
adalah kehidupan. Mengalir begitu saja. Menceburkan diri ke dalam arena
persaingan yang terlalu ketat mungkin mengganggu ketentraman jiwa dan irama
yang sebenarnya telah harmonis.
Menciptakan keseimbangan memang tidak mudah. Bertahan di tengah-tengah
pertentangan selalu sulit. Namun disitulah letak tantangannya. Meski banyak
keluarbiasaan yang ditunjukkan oleh para pekerja keras dan workaholic,
banyak perusahaan yang tidak begitu saja menerima mereka mentah-mentah.
Banyak perusahaan menyadari bahwa mereka pun sebenarnya turut
bertanggungjawab atas "gangguan" yang mungkin timbul dari para workaholic
ini. Bukan cuma gangguan dalam lingkungan kerja namun gangguan yang
seringkali dikeluhkan oleh keluarga para workaholic. Memang sangat tidak
mudah memahami apa yang ada dalam benak para workaholic. Tak sedikit
perusahaan merasa perlu mendatangi para ahli yang mampu memberikan terapi
yang tepat. Semua ini dilakukan semata-mata agar tercipta keseimbangan
pribadi dan lingkungan yang baik. Kemajuan suatu usaha bukan karena seberapa
cepat perusahaan itu melejit, namun lebih pada bagaimana bisa tetap melaju
di lintasan pacu.

3
William Faulkner pernah berkata bahwa satu-satunya hal yang dapat dilakukan
seseorang selama delapan jam sehari adalah bekerja. Manusia tidak dapat
makan, minum atau bercinta selama delapan jam terus-menerus, namun manusia
mampu bekerja tanpa henti selama itu. Entah apa yang dimaksudkan oleh
William Faulkner tersebut, namun ini menunjukkan bahwa bekerja adalah kodrat
manusia. Dengan alasan itulah manusia hadir di bumi, untuk menguasai dan
memakmurkannya. Ada orang bijak yang menyebutnya sebagai khalifah. Terlepas
dari semua itu, bekerja membuat manusia menjadi terhormat. Kita mungkin bisa
merasakan betapa tidak enaknya atau malah terhinanya menjadi pengangguran.
Atau dalam bahasa Y.B. Mangunwijaya, "justru dengan dan mengalami kerja itu
sendiri, manusia semakin menjadi manusia yang utuh, matang dewasa; menjadi
manusia berkebudayaan, berkepribadian."
Namun dalam kenyataan sehari-hari, kita bisa menemukan banyak orang bekerja
sedemikian rupa seolah jauh dari apa yang disebut dengan manusia yang utuh,
matang, dewasa, berkebudayaan dan berkepribadian. Mereka bekerja seolah
penuh kehausan unuk memenuhi kebutuhan dirinya. Tentu sangat jauh berbeda
antara bekerja sebagai perwujudan aktualisasi diri manusiawi dengan bekerja
bagai mesin tiada henti. Bekerja memang berat, susah, penuh pengorbanan dan
sumber kekecewaan. Namun, seharusnyalah bekerja juga menjadi sumber
kebahagiaan dan kepuasan kita karena telah memenuhkan kodrat kita. Dan,
memang bukan kodrat kita untuk bekerja tiada henti, seolah tak ada puasnya,
agar memenuhi keinginan (mungkin nafsu) sebanyak mungkin, atau mengalahkan
siapa saja. Bekerja seharusnya untuk mencurahkan kemampuan dan bakat kita
yang unik demi larasnya keseluruhan masyarakat sekeliling, dan akhirnya demi
sumbangan kita untuk suatu dunia baru yang semakin maju, meningkat, dan
laras harmonis.
Lingkungan kerja yang sehat adalah lingkungan kerja yang memberikan makna
hakiki tersebut pada setiap proses dan hasil kerja. Setiap karyawan bisa
memahami betul apa makna kerja mereka. Untuk itu diperlukan suatu visi dan
budaya perusahaan yang luar biasa kuat, yang biasanya baru bisa tersusun
setelah mengalami pergulatan pemikiran dan perenungan filosofis yang
panjang. Ada seorang pemikir yang menyebut proses ini sebagai pencarian
spiritualitas atau religiositas dalam ruang kerja. Dalam lingkungan kerja
yang demikian, seorang pekerja, juga seorang workaholic, menemukan bahwa
bekerja merupakan salah satu sumber keseimbangan hidup mereka. Bukan menjadi
pengganggu harmoni. Workaholic yang mengejar kerja demi kepuasan diri adalah
betul-betul keterasingan, dan dipinggirkan oleh arus besar keselarasan.

4
Salah seorang pengusaha yang mengagumkan, Konosuke Matsushita mengemukakan 7
kode etos sebagai prinsip kerja di Matsushita Electric, perusahaan yang
didirikannya pada tahun 1917, yaitu:
1--semangat untuk melayani masyarakat kelalui industri,
2--semangat untuk berlaku jujur,
3--semangat untuk menciptakan suasana harmoni dan kerjasama,
4--semangat untuk meraih kemajuan,
5--semangat untuk sopan dan rendah hati,
6--semangat untuk seiring dengan hukum alam,
7--semangat untuk bersyukur.
Kiranya demikianlah bilamana seseorang telah menemukan bahwa kerja bukan
hanya demi sesuap nasi, tetapi juga demi nilai-nilai.

(disadur dari REKAN-KANTOR eNEWSLETTER)