Wednesday, October 10, 2007

Ayo pukul Ayah...!!!

AYO PUKUL, AYAH!

(Sebuah pengalaman hidup)

Ayah adalah penggemar baseball yang fanatik. Saya tumbuh di New York City,
karena itu bisa melihat team-team yang hebat berlaga di Polo Grounds,
Ebbets Field dan Yankee Stadium.

Pada hari Sabtu, saya dan ayah sering menjadi sporter untuk mendukung team
favorit kami di stadion itu. Lama-lama saya juga menyukai permainan
baseball. Tetapi karena saya seorang anak perempuan - saya lebih banyak
sebagai penonton daripada pemain; seperti lazimnya yang terjadi masa itu.

Tiap ada kesempatan, ayah selalu mengajak saya ke taman dimana ada team
anak-anak yang bermain baseball, dan ayah melemparkan bola untuk saya
pukul. Kami bermain bersama berjam-jam, dan baseball menjadi bagian
terbesar dari hidup saya.

Suatu hari saat sedang bermain baseball di taman, saya melihat seorang
wanita mendorong anak laki-lakinya di atas kursi roda, berhenti untuk
melihat permainan kami. Ayah menghentikan permainan dan bertanya kepada
anak itu apakah mau ikut bermain. Ibunya menjelaskan bahwa yang di kursi
roda itu adalah anaknya dan menderita polio; sehingga tidak bisa beranjak
dari kursi roda. Tetapi penjelasan itu tidak menghentikan niat ayah. Ayah
memberikan pemukul di tangan kecil anak itu, dan mendorong kursi roda di
base pemukul serta membantunya menggenggam tongkat pemukul. Kemudian ayah
berteriak pada saya, "Anne, lemparkan bola pada kami."

Saya sempat gugup karena kuatir jika bola yang saya lempar mengenai anak
itu. Tetapi saat melihat mata anak laki-laki itu berbinar-binar, saya
meyakinkan diri untuk melemparkan bola padanya. Saat bola sampai, tongkat
pemukul yang digenggam oleh anak laki-laki dan ayah menghantam dengan
tepat, dan anak itu berteriak kegirangan. Bola terbang melintas di atas
kepala saya dan jatuh di di seberang lapangan. Saya berlari untuk memungut
bola, dan saat berbalik, saya mendengar ayah menyanyikan lagu 'Bawa Aku Ke
Pertandingan Baseball' sambil mendorong kursi roda itu melewati semua base
di sekeliling lapangan. Ibunya bertepuk tangan dengan riuh dan anak itu
minta untuk bisa tetap ikut meneruskan permainan.

Satu jam kemudian kami meninggalkan lapangan, sangat lelah tapi bahagia.
Dengan air mata membanjir di pipinya, ibu anak laki-laki itu mengucapkan
banyak terima kasih kepada ayah karena sudah memberikan kebahagiaan yang
tak ternilai bagi anaknya yang menderita polio. Ayah tersenyum dan berkata
bahwa dia juga ikut merasakan kebahagiaan itu, dan memintanya untuk bisa
kembali lagi dan bermain baseball bersama kami.

Pada hari Sabtu berikutnya, saya dan ayah menunggu, tetapi anak laki-laki
dengan kursi rodanya tidak muncul. Saya merasa sedih dan menduga-duga apa
yang terjadi sehingga mereka tidak datang. Saya dan ayah bermain baseball
sampai siang, tetapi mereka tetap tidak datang.

Dua puluh tahun telah berlalu dan ayah yang saya cintai meninggal dengan
tenang di usia lima puluh sembilan tahun. Dengan kepergian ayah, segala
sesuatunya berubah dan dan keluarga kami memutuskan untuk pindah ke Long
Island. Perasaan saya campur aduk, karena harus meninggalkan lingkungan
dan tetangga yang sudah sangat akrab sejak saya kecil.

Terakhir kali, saya memutuskan untuk pergi ke taman dimana saya dan ayah
telah mengukir banyak kenangan indah di sana. Saya berhenti di lapangan
baseball. Di sana saya dan ayah biasa bermain pada hari Sabtu. Saat itu
saya melihat dua group anak-anak sedang bermain baseball.

Saya duduk untuk melihat sejenak. Saya merasa air mata menetes ketika
melihat anak-anak itu larut dalam permainan yang sangat saya sukai. Saya
sangat rindu pada ayah.

"Jeff, jaga base-mu," seorang pelatih berseru. Saya menyoraki seorang
pemain yang berlari kencang setelah berhasil memukul bola hingga keluar
lapangan. Pelatih itu berbalik dan tersenyum. Dia berkata, "Anak-anak
sangat senang jika bisa berlari home run, bu."

Dia meneruskan, "Saya tidak pernah membayangkan bisa menjadi pelatih di
lapangan ini. Saat masih kecil saya menderita polio dan harus duduk di
kursi roda. Suatu hari ibu mendorong kursi saya ke lapangan ini dan saat
itu ada seorang laki-laki dan anak perempuannya sedang bermain. Saat
melihat kami, mereka menhentikan permainannya dan bertanya pada ibu saya
apakah saya bisa ikut bergabung dalam team itu. Dia membantu saya
memegangi tongkat pemukul dan anak perempuannya melemparkan bola pada
saya. "

"Saat itu saya berhasil memukul bola dengan kencang karena dibantu oleh
laki-laki itu. Selanjutnya dia berlari mendorong kursi saya melewati semua
base di sekeliling lapangan sambil bernyanyi, 'Bawa Aku Ke Pertandingan
Baseball.' Itu adalah hari yang paling membahagiakan saya, lebih dari pada
tahun-tahun yang sudah saya lalui. Saya percaya bahwa pengalaman itu
memberi dorongan semangat yang luar biasa supaya bisa berjalan."

"Kami pindah ke New Jersey hari berikutnya. Itulah sebabnya pada itu ibu
membawa saya ke taman untuk mengucapkan perpisahan dengan teman-teman
saya. Saya tidak pernah melupakan laki-laki berserta anak perempuannya
itu. Saya bermimpi bisa berlari melintasi base di sekeliling lapangan
dengan kedua kaki saya sendiri. Dengan mimpi itu, melalui kerja keras tiap
hari, akhirnya bisa terwujud."

"Saya kembali lagi ke sini tahun lalu, dan mulai saat itu menjadi pelatih
team anak-anak di sini. Saya berharap suatu hari dengan berdiri tegak,
bisa bertemu dengan laki-laki dan anak perempuannya lagi. Siapa tahu, saya
bisa menemukannya sedang berada di lapangan sedang melemparkan bola pada
cucunya - setelah tahun-tahun datang dan pergi. Saat itu saya akan
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga padanya."

Air mata mengalir di pipi saat mengetahui bahwa ayah menerima ucapan
terima kasih dari seorang anak yang ditemuinya dua puluh tahun lalu. Saya
merasa seolah-olah masih mendengar seruannya "Pukul dengan keras!", sambil
berdiri tepat di samping saya, tidak peduli apakah hidupnya sudah
direnggut dari sisi saya dan keluarganya.

Suatu contoh kebaikan hati yang sederhana di musim semi itu telah mengubah
hidup saya selamanya. Setelah dua puluh tahun berlalu, kenangan indah itu
ternyata berbuah dengan mengagumkan. "Ayo pukul, ayah!" kata saya saat
meninggalkan lapangan itu. "Saya tahu, ayah masih memainkan pertandingan
yang kita sukai bersama - baseball!"

------------ --------- ----
(Oleh Anne Carter)

No comments: