Thursday, January 4, 2007

Buta itu Cinta

"Terima kasih Tuhan!" itulah ucapan pertama saya tiap pagi, setelah
saya bangun tidur. Karena begitu saya membuka mata saya tiap hari,
saya bisa melihat betapa indahnya ciptaan Tuhan itu, taman yang
hijau, bunga yang warna-warni, langit yang biru.

Ini bagi saya merupakan berkat yang sangat indah, karena kita bisa
menikmati karunia melihat ini semuanya, apakah Anda bisa
membayangkan bagaimana kalau kita dilahirkan dalam keadaan buta?
Hidup kita dalam kegelapan terus-menerus? Jangankan gelap terus
menerus, lampu mati satu jam saja kita sudah bingung!

Ada seorang mahasiswa yang ingin mencoba bagaimana rasanya menjadi
orang buta? Kesulitan apa saja yang harus dihadapi oleh mereka yang
tidak bisa melihat? Untuk itu ia mencoba melakukan experiment,
dimana ia menutup matanya selama tiga bulan. Hal pertama yang ia
rasakan ialah kehilangan kemandiriannya, jangankan untuk jalan
keluar untuk mengambil pakaian saja tidak bisa, disitulah ia baru
bisa merasakan betapa menderitanya seseorang yang tidak bisa
melihat. Pada saat akhir experiment, setelah ia bisa membuka mata
dan melihatnya kembali, ucapan pertama yang ia ucapkan
ialah: "Terima kasih Tuhan, bahwa Tuhan telah memberikan kepada saya
kesempatan untuk bisa melihat semua ciptaan Tuhan!"

Disisi lain ia telah bisa mendapatkan hikmah untuk bisa menilai
sesuatu bukan hanya dari kulit luarnya saja, bukan dari bungkus atau
mereknya saja. Apakah penting merk pakaian seperti Aigner, Boss,
Christian Dior? Apakah penting mobil bergengsi seperti BMW,
Mercedes? Apakah penting gereja yang indah? Apakah penting kosmetik
pemoles wajah? Apakah penting untuk menilai seseorang dari warna
kulit? Apakah penting menilai seseorang hanya dari wajah apakah ia
bermata sipit, atau bermata biru ataukah ia botak? Apakah penting
penampilan wajah maupun paras cantik? Apakah penting rumah dan kebun
yang indah? Apakah penting untuk tinggal di daerah permukiman elit?

Untuk orang tunanetra semua ini sudah tidak mempunyai daya tarik
lagi, ia tidak membutuhkan semuanya ini! Ia tidak akan tergoda lagi
oleh segala macam merek dan segala macam barang yang indah-indah,
sebab semuanya itu tidaklah penting bagi dia! Ia tidak lagi tertarik
dari segi dekorasi atau bentuknya makanan, melainkan rasanya itu
jauh lebih penting daripada dekorasinya. Ia tidak tertarik dan tidak
membutuhkan penampilan luar! Maka dari itu saya yakin hidup kita
akan jauh jauh lebih murah kalau mulai besok kita belanja atau
membeli sesuatu tidak berdasarkan bungkus, maupun penampilan
luarnya! Dan sayapun yakin kita akan mendapatkan lebih banyak kawan,
kalau kita tidak menilai seseorang hanya dari segi bungkus dan
penampilannya saja!

Ketika si Pulan dilahirkan ia masih bisa melihat s/d usia 8 tahun,
tetapi karena kena penyakit akhirnya ia menjadi buta total dan tidak
bisa melihat lagi. Tentu Anda bisa membayangkan bagaimana
perasaannya si Pulan kalau dengan seketika dunianya menjadi gelap
gulita, seakan-akan layar tabir kehidupannya ditutup, sehingga ia
tidak bisa melihat dan menikmati lagi keindahan alam ini. Ia
menjalani sisa kehidupannya sebagai seorang tuna netra.

Walaupun demikian ia merasa beruntung, karena telah bisa mendapatkan
pasangan hidup, seorang wanita yang tidak buta tetapi bersedia untuk
dijadikan istrinya. Kenapa wanita ini memilih seorang tuna netra
sebagai calon suami? Karena wajah wanita itu sendiri telah rusak
kebakar, sehingga ia tidak bisa mendapatkan seorang suami, jangankan
untuk mendapatkan jodoh, pergi keluar rumahpun ia sering sekali
menjadi bahan ejekan dan tertawaan orang, bahkan anak kakaknya
sendiri yang masih kecil merasa takut melihat wajahnya. Oleh sebab
itulah ia mencari seorang suami yang tidak menilai dia dari segi
wajahnya, ia mencari suami yang bisa mengasihi dia bukan berdasarkan
dari segi penampilan luarnya.

Mereka berdua bisa hidup bahagia dengan penuh keharmonisan dan kasih
sayang bahkan mereka telah dikaruniakan dua orang anak sehat. Pada
suatu hari si Pulan pulang dengan perasaan riang gembira: "Mam, aku
punya satu surprise yang sangat menyenangkan?"kata si Pulan, "Aku
akan bisa melihat lagi, masa gelap hidup saya akan berakhir!"ucap si
Pulan kembali. Bagi si Pulan ini merupakan hadiah yang terindah dan
terbesar yang Tuhan akan berikan selama hidupnya.

Maklumlah karena hal inilah yang ia impi-impikan dan yang ia
dambakan di dalam kehidupannya. Tiap hari si Pulan berdoa berkali-
kali kepada Tuhan, dan memohon agar sekali saja di dalam hidupnya,
walaupun hanya untuk beberapa detik sekalipun juga untuk bisa
melihat wajah istri dan anak-anaknya yang tercinta. Rupanya Tuhan
telah mengabulkan doanya dimana dalam waktu yang dekat ini ia akan
bisa melihat lagi seperti sediakala. Seorang Dr. ahli mata dari
Jerman, telah menyatakan kesediaannya untuk mengoperasi si Pulan,
sehingga akhirnya ia bisa melihat lagi. Berdasarkan hasil
pemeriksaannya ia menyatakan bahwa ia yakin bisa menolong si Pulan
sehingga ia bisa melihat lagi. Dan minggu yang akan datang ia sudah
bisa di operasi.

Apakah Anda bisa membayangkan, bagaimana perasaan si Pulan setelah
22 tahun buta, akhirnya ia akan bisa melihat lagi? Ia akan bisa
melihat kembali, semua keindahan alam yang pernah ia lihat
sebelumnya selama delapan tahun, bagaimana hijaunya rumput itu,
bagaimana birunya langit. Ia akan bisa melihat dan menikmati lagi
isi dunia ini dengan segala macam warna yang indah-indah, tetapi
yang lebih penting dari segala2nya ialah ia akan bisa melihat wajah
istri dan anak-anaknya yang terkasih, yang belum pernah ia lihat
selama hidupnya.

Apakah surprise ini menyenangkan istrinya? Disatu pihak ia merasa
senang kalau suaminya bisa melihat kembali, tetapi dilain pihak ia
merasa sangat takut sekali. Ia merasa takut, apakah kehidupan
kekeluargaan mereka akan bisa tetap berjalan seperti sediakala
dengan penuh kasih dan keharmonisan? Ia takut perkawinannya akan
menjadi kandas, ia takut rumah tangganya akan menjadi hancur. Ia
merasa takut, bagaimana kalau suaminya nanti melihat wajahnya yang
buruk dan sudah rusak ini. Ia merasa takut suaminya tidak akan bisa
dan mau mengasihinya lagi, bahkan ia takut di tinggal oleh suaminya,
karena penampilan luarnya yang buruk dan rusak terbakar. Bahkan ia
berdoa kepada Tuhan memohon pengampunan dosa, karena ia merasa
bersalah, sebab ia tidak mampu berbagi rasa dan bisa turut merasakan
perasaan gembira bersama suaminya. Ia merasa perasaan egoisnya
terlalu besar, karena ia terlalu mengasihi suaminya.

Perasaan gembira bahwa suaminya akan bisa melihat kembali, telah di
tutup oleh rasa takut tak terhingga. Apakah salah kalau ia sangat
mengasihi suaminya? Apakah salah kalau ia merasa takut ditinggal
oleh suaminya? Walaupun demikian ia tidak mau mengungkapkan perasaan
ini kepada suaminya, ia tetap pendam di dalam hatinya.

Semakin mendekati hari H, dimana ia akan bisa melihat kembali,
semakin senang perasaan si Pulan, bahkan kawan-kawan maupun
tetangganya sekampung sudah mengetahui berita bahagia ini dan
semuanya turut mengucapkan selamat dan turut menyatakan kebahagiaan
mereka, hanya istrinya seorang semakin mendekati hari H, semakin
cemas ia rasakan dan rasa takutnyapun semakin besar. Istrinya tetap
tidak mau mengungkapkan perasaannya, karena ia tidak mau merusak
kebahagiaan maupun harapan dari suaminya. Walaupun ia tidak
mengucapkannya, tetapi hal ini terasakan sekali oleh suaminya,
karena istrinya yang tadinya periang seolah-olah berubah menjadi
semakin pendiam dan sering melamum.

Hari H pun tiba, sejak jam empat pagi si Pulan sekeluarga telah
bangun, karena bagi si Pulan hari ini adalah hari yang terindah di
dalam kehidupannya. Dan juga seperti persyaratan dari Dr. sejak
kemarin ia sudah puasa tidak makan maupun minum lagi. Tepat jam 8.00
pagi bel bunyi rumah bunyi, rupanya supir taxi yang akan menjemput
si Pulan telah tiba, si Pulan berjalan keluar untuk membukakan
pintu, tetapi istrinya pergi ke kamar tidur untuk berdoa sambil
menangis. Ia tidak mau dan tidak bisa pamit lagi dari suaminya,
karena perasan takutnya sudah tidak tertahankan lagi.

Pada saat ia berlutut dan berdoa, sambil berlinang air matanya
keluar, tiba-tiba ia merasakan belaian tangan yang membelai
kepalanya dari belakang dengan penuh kasih sayang. Ternyata itu
adalah tangan suaminya, ia berkata: "Mah, saya tidak jadi pergi,
saya telah membatalkan jadwal operasinya, karena saya tidak jadi dan
tidak akan mau di operasi lagi. Bagi saya kasih sayangmu ada jauh
lebih indah dan lebih berharga daripada bisa melihat. Buat apa saya
bisa melihat, kalau setelah itu hubungan dan keharmonisan hidup kita
berdua menjadi rusak. Kasih sayangmu ada jauh lebih berharga dan
lebih indah, daripada mata yang bisa melihat lagi. Biarlah saya
tetap buta sampai dengan akhir ajal saya, yang penting kita bisa
berkumpul dengan penuh kasih sayang untuk selama-lamanya.!"

Karena kasih kepada istrinya ia rela berkorban. Ia rela untuk hidup
sebagai seorang tuna netra untuk selama-lamanya, apakah kita
bersedia dan mau berkorban untuk orang yang kita kasihi seperti
cerita yang tersebut diatas?

Tidak semua orang tunatera ingin bisa melihat kembali seperti
pengarang dari lagu "Blessed Assurance", dimana ia memberikan
kesaksiannya dalam lagu tersebut. Fanny Crosby, yang telah membuat
komposisi dari ribuan lagu, pada saat ia berusia enam minggu ia
menderita penyakit infeksi yang mengakibatkan ia menjadi buta dan
dalam usia delapan tahun, pada saat anak-anak lain sedang bermain
diluar dengan cerianya ia menulis puisi yang tercantum dibawah ini:

Oh, what a happy soul am I! Although I cannot see, I am resolved
that in this world contented I shall be. How many blessings I enjoy
that other people don't. To weep and sigh because I'm blind, I
cannot--and I won't!


Send by:
Mang Ucup
Email: mang.ucup@...
Homepage: www.mangucup.net

No comments: