Monday, January 8, 2007

How Happy are You?

Menjelang peralihan tahun, perkataan yang paling ngetop ditulis
maupun diucapkan adalah kata "Happy = bahagia/gembira", hanya
sayangnya jarang yang mengerti makna yang sebenarnya. Terlebih lagi
yang dapat merasakannya. Cobalah tanya sama diri sendiri: "How happy
are you?" saya yakin sebagian besar jawabannya adalah "I'm not
Happy!"

Kadang-kadang saya merasakan, bahwa orang tua kita yang hidup
dijaman baheula; yang hidup tanpa mobil dan TV, ternyata mereka bisa
hidup jauh lebih bahagia daripada kita yang boleh dibilang telah
memiliki segala-galanya, dari komputer, DVD player, HP, Playtation
dan kemewahan-kemewahan lainnya termasuk liburan keluar negeri
ataupun setiap weekend keluar kota.

Mungkin karena otak kita sekarang ini telah diracuni oleh berbagai
macam film-film sinetron yang menceritakan tentang keluarga atau
pasangan yang ideal, harmonis dan kaya raya, belum lagi di
indoktrinasi dengan program-progam ala Oprah Winfrey Show.

Freud pernah menulis bahwa Allah menciptakan manusia dengan satu
kekurangan ialah rasa bahagia yang permanen, sebab rasa bahagia itu
sebenarnya hanya bisa dinikmati sejenak atau sesaat saja. Manusia
baru bisa mendapatkan perasaan bahagia yang abadi, apabila ia sudah
berada di sorga, sebelumnya itu kita harus berburu terus-menerus
tiada akhirnya. Rasa bahagia itu tidak akan pernah bisa bertahan
lebih dari tiga hari.

Sebagai contoh kita merasa bahagia setelah bisa beli motor, tetapi
beberapa hari kemudian kita sudah ingin punya mobil dan pada saat
kita mendambakan hal yang baru lagi, berakhir pulalah rasa bahagia
itu, karena setelah impian atau cita-cita yang satu terkabulkan
pasti akan disusul oleh keinginan atau cita-cita yang berikutnya dan
ini tiada akhirnya.

Dari enam perasaan emosi yang kita miliki, empat adalah emosi yang
bersifat negatif: benci, sedih, takut dan marah. Hanya satu saja
yang bersifat positif: gembira = happy, sedangkan emosi yang ke enam
adalah emosi yang bersifat netral: terkejut.

Dari semua perasaan tersebut diatas kita mengharapkan terjadinya
perubahan, hanya pada saat kita "happy" atau bergembira saja, kita
ingin tetap bertahan terus dan tidak mau beranjak lagi dari situ.

Happy: dalam bahasa Jerman = Gluecklich, perkataan gluecklich ini
diserap dari suku kata Glueck = hokie, dalam bahasa Latin = Fortuna
dari kata inilah perkataan "fortune" dalam bahasa Inggris diserap.
Cuma ini sebenarnya ngawur, sebab sudah terbuktikan belum tentu
orang yang memiliki hokie itu bahagia, begitu juga kebalikannya
belum tentu orang yang bahagia itu memiliki hokie, jadi hokie dan
bahagia itu tidak identis.

Begitu juga berdasarkan jajak pendapat, dari 100 orang orang yang
merasa dirinya puas (satisfaction/ contentment) hanya lima persen
saja yang merasakan dirinya bahagia. Jadi orang yang merasa dirinya
puas itu belum tentu orang bahagia.

Banyak orang yang beranggapan, bahwa mereka bisa hidup bahagia,
apabila telah memiliki kekayaan ala Bill Gates, kekuasaan,
kemashuran, kesehatan, umur panjang, kesenangan bahkan memiliki
penampilan cantik. Untuk dapat meraih dan mewujudkan cita-citanya
ini, mereka mereka bersedia untuk melakukan apa saja mulai dari
pergi ke dukun, sampai jadi maling. Bahkan mereka yang mendambakan
wajah cantik bukan saja ikhlas berkorban dengan uang, tetapi mereka
juga ikhlas untuk menderita mulai dari suntik botok s/d operasi
plastik, tetapi tanyalah apakah setelah itu mereka bisa hidup
bahagia ? Tidak ! Kagak percaya lihat saja Michael Jackson.

Banyak orang pergi berziarah atau kerumah ibadah, berdoa, bahkan
sampai melakukan puasa berhari-hari, hanya dengan satu tujuan saja
supaya mereka bisa hidup bahagia, dimana semua kebutuhan materialis
dan jasmaniah mereka dapat tepenuhi, sebab kalau kita jujur untuk
bisa hidup bahagia, sebenarnya kita tidak membutuhkan Allah. Kita
membutuhkan Allah di dunia ini sebenarnya hanya sebagai pelengkap
penderita saja, atau sebagai leveransir kita, agar semua keinginan
dan harapan kita dapat terkabulkan sehingga kita bisa hidup bahagia
di dunia maupun di sorga, sebab kerajaan Allah adalah satu-satunya
Toserba atau Mall yang memiliki segala-galanya, semua yang kita
butuhkan ada disana.

Padahal apabila direnungkan benar-benar, tanpa Allah jangan harap
Anda bisa bahagia, sebab ini sama seperti juga "air" yang sangat
dibutuhkan apabila Anda ingin mengadakan perjalanan jauh melalui
padang pasir yang luas. Tanpa adanya air; Anda pasti akan mati,
tetapi kebalikannya tanpa emas dan harta Anda akan tetap bisa hidup
terus.

Mungkin Anda tidak 100% sepaham dengan saya, tetapi cobalah
renungkan oleh Anda, kenapa para biarawan-biarawan Fransiskan yang
berikrar hidup miskin, tidak memilih harta, bahkan kebalikannya
mereka memilih ingin hidup kere, karena bagi mereka justeru menjadi
miskin inilah yang "menyenangkan" dan dapat membahagiakan mereka.
Mereka ingin "bahagia" dalam "kemiskinan" yang "tidak menyenangkan"
itu !

Profesor Martin Seligman seorang pakar dalam masalah kebahagiaan dan
juga pengarang buku best seller yang berjudul "Authentic Happiness",
memberikan suatu saran yang sederhana; ialah dekatlah dengan
Tuhan. "Yang kami temukan secara empiris adalah orang-orang yang
religius lebih optimistis dan tidak terlalu tertekan dibanding
mereka yang tidak religius," itulah katanya, oleh sebab itulah
menurut mang Ucup; kaul yang paling baik dan paling tokcer untuk
bisa hidup bahagia di tahun mendatang ini ialah lebih mendekatkan
diri kita kepada Allah !

Sedang bagi mereka yang belum mengetahui jawabannya "How happy are
you?" bisa mencarinya sendiri dengan melakukan test yang ada di
situs:

http://quiz.ivillage.co.uk/uk_relationships/tests/happy.htm


send by: Mang Ucup

No comments: